Kamis, 17 Maret 2016

Tradisi Padusan Menyambut Ramadhan

   Setiap menjelang ramadhan, ada tradisi unik yang dilakukan oleh para penduduk untuk menyambut bulan puasa. Tradisi ini biasa dilakukan di beberapa pemandian seperti Kali Taman maupun Umbul Senjoyo. Penduduk yang melakukanpun tak hanya dari Salatiga. Beberapa bahkan datang dari Semarang hingga Boyolali. Saking membludaknya pengunjung, pihak pemandianpun mau tak mau mendatangkan tim penyelamat, polres. satpol pp, dan tim medis dari PMI sebagai bentuk menjaga kewaspadaan.
   Tradisi momentum yang terus berlangsung hingga saat ini tak urung kekurangan pelakunya. Salah satu pemandian bahkan bisa diramaikan hingga kurang lebih 2000 orang. Tentu jumlah yang banyak bagi kota kecil seperti Salatiga. Pemandian ang digunakan untuk padusan ramai dari pagi hingga petang. Rata-rata pengunjung menghabiskan waktu dua hingga tiga jam.
   Filosofi dari penduduk yang melakukan padusan sendiri beragam. Ada yang menganggap tradisi ini untuk membersihkan diri, ada yang mengharapkan berkah, ada yang berharap agar puasanya dilancarkan, bahkan ada yang beranggapan bahwa dengan padusan dapat menghilangkan rasa lapar dan lelah saat berpuasa.
jurnalwarga.com

Sosok Fatahillah dan Sunan Gunung Jati

   Seperti yang kita ketahui, Sunan Gunung Jati yang bernama asli Syarif Hidayatullah merupakan salah satu dari Walisongo. Ayahnya adalah Maulana Ishaq Syarif Abdillah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar, seorang mubaligh besar dari daerah Gujarat, India. Beberapa sumber mengenal ayah Syarif Hidayatullah sebagai Syekh Maulana Akbar bin Ahmad Jalal Syah bin Abdullah Khan bin Abdul Malik bin Alwi bin Syekh Muhammad Shahib Mirbath. Dikatakan bahwa silsilahnya mencapai Rasulullah melalui cucunya, Husain. Sedangkan ibunya, Syarifah Muda'im atau Nyi Rara Santang merupakan putri dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang, adik dari Kian Santang dan Pangeran Cakrabuana
   Syarif Hidayatullah memiliki seorang kakak bernama Syarif Nurullah yang kemudian mengganti kedudukan sang ayah sebagai amir atau penguasa Kota Isma'illiyah, Saudi Arabia. Saat pergantian kedudukan, Syarif Hidayatullah bersama sang ibu kembali ke daerah Caruban, Banten, Jawa Barat.
   Syarif Hidayatullah kemudian menyebarkan ajaran islam di daerah Gunung Sembung atas izin Pangeran Cakrabuana, bupati sekaligus pamannya yang berkuasa saat itu. Atas hubungan dekat antara keduanya, maka Pangeran Cakrabuanapun menikahkan putrinya yang bernama Nyi Ratu Pakungwati atau Nyai Kawungaten dengan Syarif Hidayatullah. Pada tahun 1479, kekuasaan diberikan kepada Syarif Hidayatullah. Pada masa kepemimpinannya, islam mulai berkembang pesat.
   Dari pernikahannya, Syarif Hidayatullah mendapatkan seorang putri bernama Ratu Wulung Ayu dan Maulana Hasanudin yang nantinya akan menjadi Sultan Banten I. Ratu Wulung Ayu inilah yang kemudian menikah dengan Fatahillah. Beliau juga dikenal dengan nama Faletehan atau Kyai Fathullah. Seorang ulama Aceh yang hijrah ke Demak kemudian diangkat sebagai panglima oleh Raden Patah. Beliau dikirim ke Sunda Kelapa bersama pasukan Cirebon untuk melawan Portugis.
   Jadi, anggapan kita bahwa Fatahillah dan Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah sosok yang sama, ternyata salah. Pada kenyataannya, justru Fatahillah merupakan menantu dari Sunan Gunung Jati.


sumber : wikipedia.org , www.brilio.net

 

Let's Talk Template by Ipietoon Cute Blog Design