Rabu, 22 Juni 2016

Satu Tahunku di Insan Cendekia

   Hidup berasrama bukan hal yang mudah buatku yang pertama kalinya jauh dari orang tua. Melewati tes yang melelahkan dan aku nyaris pulang karena aku yakin tidak akan lulus tes bahasa arab. Lagipula, tes fisika dan matematika nyaris kukerjakan tanpa menyelesaikan hitungan dan modal ngasal lebih dari setengah soal. Jujur rasa percaya diriku muncul ketika tes psikotes dan bahasa inggris. Selanjutnya? Yaaa pasrah. Terlebih saat bahasa arab aku pusing melihat arab gundul bertebaran sedangkan yang lain tampak mengerjakan dengan lancar. Aku ingat ketika yang lain tampak sibuk membuka buku dan berlatih bersama guru aku malah sibuk berchat ria melaporkan keadaanku yang sudah sangat sumpek dan penat pada teman-temanku. Maafkan aku Ya Allah.
   Ketika pengumuman aku ingat sekali aku yakin tidak diterima sampai membuka websitenya saja enggan. Hingga pesan selamat berderet memasuki
Bbm-ku. Rasa tak percaya langsung menyergapku, dengan setengah hati kukirimkan pesan itu pada bunda. Tidak kuduga saat pulang ke rumahmemanggilkuang tengah memasang wajah menderita disambut tangis bunda. Kukira itu tangis haru, ternyata bunda malah menawariku masuk SMA biasa. Jelas aku yang sudah susah payah melalui tes menolak tawaran itu.
   Matrikulasipun kujalani. Diajari berbagai peraturan yang saking banyaknya sampai tidak bisa kuingat detil. Sedikit membuatku tertekan karena aku tidak tahu cara mencuci dan lain sebagainya. Biasanya pakaian yang ingin kukenakan tinggal diambil dari lemari yang rapi dan sudah dalam keadaan wangi. Berbeda dengan sekarang yang harus kucuci, setrika, dan melipat. Beruntung bundaku menawarkan jasa laundry sehingga aku tidak perlu terlalu repot mengurusi cucian segunung itu. Sedikit manja memang hahaha..
   Masa pts juga tak terlupakan. Keinginan untuk melawan karena disuruh berlari kesana kemari. Keinginan untuk tetap berdiri walau diperintah bending. Keinginan untuk memberontak ketika diteriaki. Anehnya, ada sesuatu yang menahan diriku untuk tetap diam dan melakukan yang diperintahkan. Keberanian itu hilang ditelan panik dan sedih. Pada akhirnya, aku tahu kalau aku tidak di-pts mungkin saja aku tidak akan taat peraturan dan lelat-lelet mengerjakan segala hal.
   Sekolah di mulai. Kisah-kisah baru mulai kutapaki. Pengalaman yang belum pernah kurasakan. Bagaimana berbagi dan mengerti. Memahami kebiasaan orang lain. Menurunkan ego karena kebiasaan yang tak disukai. Berinisiatif dan mencari solusi. Menahan amarah ketika suatu hal tidak sesuai dengan keinginan. Kehilangan teman angkatan. Mengendalikan perasaan. Sulit memang. Mungkin memang aku tak terlalu aktif berorganisasi karena entah aku merasa kurang dipercaya. Hal itu wajar karena aku sendiri jujur tak berbakat. Itu bukan masalah karena waktuku bisa kumanfaatkan mengejar akademikku walau tertatih. Belajar hingga tengah malam walau seringkali angkaku tercetak merah, kalah jauh dengan belajar nya orang yang acapkali dengan waktu singkat. Terkadang hatiku mencelos ketika kudapati mereka ada yang mendapat nilai bagus dengan cara yang buruk. Ya begitulah, setidaknya aku telah berusaha bukan? Walau tertatih, walau ditempa berbagai kesulitan.
   Sekolah di sini merupakan rintangan terbesar yang pernah kualami. Ketika aku memutuskan untuk mendaki gunung dengan susah payah tentu tak kubiarkan diriku turun bahkan ketika puncakpun belum terlihat. Mengutip dari dormistory, semakin kencang angin yang menerpa, semakin terjal jalan yang kau tapak, artinya semakin dekat kamu ke puncak.
   Maybe, i was chosen because who i might be instead of who i am. (Pasca nonton Now You See Me 2 w/ myrna dkk)
 

Let's Talk Template by Ipietoon Cute Blog Design