Senin, 28 Desember 2015

Kehidupan Asrama

   Entah kenapa, sepulang dari sekolah berasrama rumah sendiri terasa 10 kali lebih nyaman. Tidak ada tuh, tugas menumpuk menunggu dikerjakan, materi yang tak tuntas di paham kan, serta segunung ulangan rumit menyebalkan. Nggak ada lagi agenda begadang hingga pagi (bukan larut malam) dalam rangka menguras otak ditemani secangkir kopi yang sering kali tidak mempan melawan kantuk yang membunuh. Nggak ada , setidaknya untuk sementara, bangun lalu mandi jam setengah empat pagi agar tidak terlambat datang ke masjid dan mendapat catatan buruk karena menjadi makmum masbuk. Nggak ada acara disuruh wudhu berkali-kali karena kepala terangguk-angguk tak sadarkan diri. Sholat tahu sah atau tidak karena tidak sadar beribadah sambil bermimpi. Nggak ada sarapan dengan antri tanpa bisa menakar lauk sesuai kemauan sendiri. Nggak ada makan terburu-buru kalau tiba-tiba lupa atau tak sempat mandi sebelum pergi shubuh. Nggak perlu jalan jauh-jauh buat sholat-makan-asrama bikin betis besar kayak olahragawan. Nggak ada countdown. Nggak perlu bersih-bersih kamar macam menyapu, membuang sampah, membuka jendela, dan merapikan kamar mandi karena di rumah segalanya telah tertata dengan sempurna. Nggak ada acara belajar keras sampai sore, mata meminta di pejamkan padahal usai pelajaranpun urung, dan otak dipaksa mengerti dan memahami materi dengan skala kesulitan 8 dari 10 (bagiku-) yang terhitung kapasitas otaknya termasuk rata-rata ke bawah. Nggak perlu bawa tas yang berat dengan otak yang tak kalah panas. Nggak perlu nyuci, njemur, atau nyetrika ketika sampai di asrama padahal badan letih tidak terkira. Padahal, di rumah ada mesin cuci dan saat membuka lemari  pakaian telah tertata berlipat rapi. Nggak perlu sehabis mandi, buru-buru ke kantin untuk kemudian pergi lagi ke masjid hingga jam delapan malam. Lelah dan ngantuk tidak boleh terjadi karena pelajaran belum disentuh sama sekali. Harus kuat. Harus bulat tekad.
   Kamar lebih indah lagi karena tidak perlu berbagi dengan 4 orang lainnya dengan karakter berbeda. Penyabar sekaligus menyebalkan, kreatif sekaligus over perfeksionis, motivator sekaligus moodbreaker, dan santai sekaligus bermulut tajam. Belum cara belajar yang berbeda-beda, ada yang membatin, membuat mind map, menggumam, melafalkan dengan keras, atau bahkan tidur lalu esoknya tuntas. Tidak sedikit tipe terakhir tadi di sini. Cukup membuat minder dan merasa dunia tidak adil. Berbagi makanan. Berbagi tempat tidur dan tempat belajar dengan ukuran kamar mungkin dua kali kamarku untuk 5 orang. Berbagi kamar mandi yang awalnya menjijikkan karena harus berbagi tempat dengan orang yang tidak kau kenal dan tidak mempunyai hubungan darah denganmu. Berbagi kebutuhan yang sebetulnya kau juga butuh tapi mereka juga perlu.  Walau ada yang tidak tahu diri dan mengerti arti berbagi. Tapi begitulah asrama. Tempatmu tinggal sekaligus bersosialisasi. Tidak apa. Hanya 2.5 tahun lagi yang perlu kulewati.

Rabu, 23 Desember 2015

Enam Bulan Pertama

   Berat. Sangat berat. Kesanku saat harus satu sekolah dan bersaing dengan anak cerdas dengan high achievement. Bukan hal yang mudah. Ambisi itu akan selalu muncul seiring kita tidak mau berada di posisi rendah. Bukan malas atau apa, sering namaku muncul di posisi anak rata-rata bawah karena memang kapasitas otakku yang mentok segitu. Jadi mau gak tidur seharian buat belajar nilaipun nilaiku ya stuck  disitu.
   Miris. Ketika kamu belajar hingga tengah malam. Tapi yang tuntas justru yang baru belajar paginya. Ngga baik emang membanding-bandingkan nilai.  Ngga baik merendahkan usaha orang. Seolah-olah tidak bersyukur dengan nilai yang udah ada. Tapi di sisi lain terbersit, "Salahku apa yaa? Kenapa nilaiku bisa segini?"
   Tidak sedikit yang ketika nilainya tuntas tiba-tiba berkata, "aah nilaiku kok cuma 80.." Aku benar-benar ngga ngerti apa yang ada dipikirannya. Harusnya ia merasakan posisiku untuk bisa mengerti betapa bersyukur nya dapet nilai sebagus itu. Atau ada juga yang bilang, "Iiiih nilaiku cuma 74, nyariss . Aku mah mending dapet nilai jelek sekalian daripada dapet segini. Nyesek" Lalu muncul umpatan dariku. Gembel. Pikiranmu pendek sekali. Astagfirullah. Sabar.
   Tentu banyak juga yang berasumsi nilai itu tidak begitu penting, jadi mereka hanya memedulikan apakah mereka dapat remed atau tidak, sehingga tidak perlu mengeluhkan hal -hal macam itu.
   Enam bulan pertama dengan kesabaran ekstra.
 

Let's Talk Template by Ipietoon Cute Blog Design